Segala sesuatu yang diciptakan pasti memiliki tujuan dan nilai tersendiri. Tugas kita sebagai manusia adalah beribadah untuk mendapat ridha Allah. Bila kita dapat belajar melakukannya, kita dapat belajar mengasuh jiwa kita. Sangat mudah melihat kebaikan Allah dalam indahnya matahari terbit, gemerlapnya bulan dan bintang, senyum manis adik kita, pegunungan yang indah, atau deburan ombak yang menerpa karang dan pantai berpasir. Namun, dapatkah kita belajar menemukan kesucian dalam situasi yang tidak mengenakkan? Melalui cobaan hidup yang berat, tragedi keluarga, atau cobaan hidup?
Sebuah kisah yang dimuat surat kabar nasional menuturkan tentang perjuangan seorang ibu yang anaknya menderita penyakit Autis. Autis adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Sang ibu sangat marah, frustasi, dan kecewa saat tahu anaknya menderita Autis. Namun, dia segera sadar bahwa apa yang dilakukannya itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kemudian dia mulai mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan penyakit Autis. Mulai dari uji pendengaran BERA, EEG, sampai ke CT scan. Dengan penuh kegigihan, dia membawa anaknya itu ke Australia.
Tak ingin ditaklukan keadaan, pencariannya juga merambah ke dunia maya. Lewat internet, ia berkonsultasi dengan pakar Autis di luar negeri. Berbagai terapi dijalani; terapi wicara, terapi okupasi, terapi pendidikan khusus, sampai terapi diet. Dia juga berhasil menyabet gelar master Health Counseling dari Curtin University dan berhasil menulis tiga buah buku tentang Autis. Kejadian itu juga membuatnya untuk lebih dekat dengan anaknya dan juga mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya.
Dari hasil telaahnya, anak Autis memiliki kelemahan dalam pendengaran, tetapi memiliki kelebihan dalam penglihatan. Gayatri – si ibu – kemudian mengeksplorasi kelebihan tadi. Bersama suami, ia memperkenalkan berbagai profesi berdasarkan kelebihan dalam penglihatan. Di kelas enam, Ananda – anaknya yang menderita Autis – mulai menekuni dunia fotografi. Kelak, ia ingin menjadi seorang fotografer. Ananda kini juga sudah mahir berbahasa Inggris.
Sahabatku, betapa agungnya Allah menciptakan semua ini. "(Allah) Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah." (QS. al-Mulk: 3-4).
Bila hidup diisi dengan rasa rindu untuk melihat kesucian setiap hari, hal ajaib akan mulai terjadi. Suatu perasaan damai merekah. Bila kita sadar dunia ini hadir karena kekuasaan Allah, itu saja sudah memunculkan sesuatu yang istimewa. Bila kita ingat fakta spiritual ini ketika menghadapi orang yang sedang ditimpa kesulitan, hal ini akan memperluas sudut pandang kita. Ini akan selalu membantu kita untuk selalu mengingat Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Kita benar-benar diberkahi untuk melakukan apa yang kita kerjakan.
Di suatu tempat, di dalam kepala kita, cobalah untuk mengingat bahwa ada kebaikan Allah dalam segala hal. Kenyataan bahwa kita tidak bisa melihat keindahan di dalam suatu hal bukanlah berarti keindahan itu tidak ada di dalamnya. Sebaliknya, itu berarti kita tidak cukup cermat mencarinya atau tidak memiliki sudut pandang yang cukup luas untuk melihatnya.
Sebuah kisah yang dimuat surat kabar nasional menuturkan tentang perjuangan seorang ibu yang anaknya menderita penyakit Autis. Autis adalah gangguan perkembangan khususnya terjadi pada masa anak-anak, yang membuat seseorang tidak mampu mengadakan interaksi sosial dan seolah-olah hidup dalam dunianya sendiri. Sang ibu sangat marah, frustasi, dan kecewa saat tahu anaknya menderita Autis. Namun, dia segera sadar bahwa apa yang dilakukannya itu tidak akan menyelesaikan masalah. Kemudian dia mulai mempelajari masalah-masalah yang terkait dengan penyakit Autis. Mulai dari uji pendengaran BERA, EEG, sampai ke CT scan. Dengan penuh kegigihan, dia membawa anaknya itu ke Australia.
Tak ingin ditaklukan keadaan, pencariannya juga merambah ke dunia maya. Lewat internet, ia berkonsultasi dengan pakar Autis di luar negeri. Berbagai terapi dijalani; terapi wicara, terapi okupasi, terapi pendidikan khusus, sampai terapi diet. Dia juga berhasil menyabet gelar master Health Counseling dari Curtin University dan berhasil menulis tiga buah buku tentang Autis. Kejadian itu juga membuatnya untuk lebih dekat dengan anaknya dan juga mensyukuri nikmat yang telah diberikan-Nya.
Dari hasil telaahnya, anak Autis memiliki kelemahan dalam pendengaran, tetapi memiliki kelebihan dalam penglihatan. Gayatri – si ibu – kemudian mengeksplorasi kelebihan tadi. Bersama suami, ia memperkenalkan berbagai profesi berdasarkan kelebihan dalam penglihatan. Di kelas enam, Ananda – anaknya yang menderita Autis – mulai menekuni dunia fotografi. Kelak, ia ingin menjadi seorang fotografer. Ananda kini juga sudah mahir berbahasa Inggris.
Sahabatku, betapa agungnya Allah menciptakan semua ini. "(Allah) Yang menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Tuhan Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang. Maka lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang? Kemudian pandanglah sekali lagi niscaya penglihatanmu akan kembali kepadamu dengan tidak menemukan sesuatu cacat dan penglihatanmu itu pun dalam keadaan payah." (QS. al-Mulk: 3-4).
Bila hidup diisi dengan rasa rindu untuk melihat kesucian setiap hari, hal ajaib akan mulai terjadi. Suatu perasaan damai merekah. Bila kita sadar dunia ini hadir karena kekuasaan Allah, itu saja sudah memunculkan sesuatu yang istimewa. Bila kita ingat fakta spiritual ini ketika menghadapi orang yang sedang ditimpa kesulitan, hal ini akan memperluas sudut pandang kita. Ini akan selalu membantu kita untuk selalu mengingat Allah, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Kita benar-benar diberkahi untuk melakukan apa yang kita kerjakan.
Di suatu tempat, di dalam kepala kita, cobalah untuk mengingat bahwa ada kebaikan Allah dalam segala hal. Kenyataan bahwa kita tidak bisa melihat keindahan di dalam suatu hal bukanlah berarti keindahan itu tidak ada di dalamnya. Sebaliknya, itu berarti kita tidak cukup cermat mencarinya atau tidak memiliki sudut pandang yang cukup luas untuk melihatnya.
No comments:
Post a Comment